![]() |
(jejakrekam) |
Sejarah perkembangan pers di Indonesia sangat erat
hubungan nya dengan sejarah dari sistem politik Indonesia sejak jaman
pendudukan kolonial Belanda. Fungsi pers pada massa kolonial Belanda hanya
ditujukan untuk membela kepentingan-kepentingan kolonial Belanda. Media yang
meliputi surat kabar, majalah dan koran semuanya berbahasa Belanda. Seiring
berjalannya waktu, orang-orang Indoesia terutama orang pergerakan mengusahakan
berdirinya pers nasional yang dikelola sendiri untuk memperjuangkan hak-hak
bangsa Indonesia yang terjajah.
Bisa dikatakan masa sejarah pers nasional diawali dengan
terbitnya koran mingguan Medan Prijaji pada tahun 1907 yang didirikan oleh RM
Tirto Adhi Soerjo dan Raden Djokomono. Penerbitan koran inilah yang pertama
kali menggunakan modal nasional dan dipimpin oleh orang Indonesia setelah
sebelumnya seluruh media massa dipegang kendali oleh Belanda. Koran berbahasa
melayu ini pada tahun 1910 diubah formatnya dari minggguan menjadi harian.
Koran Medan Prijaji menjadi awal pers Indonesia dalam
melawan kesewenang-wenangan penguasa dan menyerukan agar bangsa pribumi
mengorganisasi diri untuk menghadapi pihak-pihak asing. Dengan tujuan itu,
pendirinya, Tirto Adhi Soerjo bahkan terlibat dalam Serikat Dagang Islam (SDI)
di Bogor yang berubah menjadi Sarekat Islam (SI) di Solo dan beberapa kota di
Jawa. Ia pun menyampurkan identitas agama Islam dengan pribumi untuk memajukan
bangsa dengan memanfaatkan SDI dan SI. Selain Media Prijaji, tercatat juga
koran milik SI yaitu Oetoesan Hindia, Koem Moeda, Sinar Djawa, dan Pantjaran
Warta turut menyerukan perlawanan terhadap kesewenangiwenangan penguasa. Adapun
koran Bintang Hindia, Insoelinde, Warna Warta lalu koran milik organisasi
pergerakan seperti Boedi Utomo dan Indische Partij yaitu Dharma Kondo dan De
Express juga ikut melawan dengan mengugkap kesewenangan kekuasaan kolonial
Belanda. Beberapa tahun kemudian gerakan perlawanan berkembang menjadi gerakan
menuntut perjuangan.
Pejuangan kemerdekaan melalui pers terus berlanjut hingga
datangnya masa penguasaan Jepang. Saat itu semua media pers langsung berada di
bawah pemerintahan militer Jepang sebagai alat propaganda Jepang
melawan sekutu. Koran berbahasa Belanda dilarang terbit pada masa pendudukan
Jepang, namun kondisi itu dimanfaatkan pers untuk meratakan penggunaan bahasa
Indonesia ke seluruh pelosok tanah air. Bahkan orang Indonesia juga mendapatkan
latihan pengelolaan pers yang nantinya berguna pada masa pasca kemerdekaan.
Masyarakat Internasional memberikan simpati terhadap
kemerdekaan RI yang diserukan tanggal 17 Agustus 1945 karena media pers yang
terus mengobarkan api kemerdekaan. Bahkan ketika Inggris dan Belanda mencoba
kembali menguasai Indonesia, media terus gencar dengan perlawanan
mereka untuk mempertahankan kemerdekaan.
Setelah masa revolusi dan Republik Indonesia diakui dunia
iternasional tahu 1948, pers diahadapkan dengan permasalahan yang pelik antar
pribumi karena adanya ketegangan sosial yang tinggi.
Tokoh-tokoh berlomba mengisi jabatan-jabatan yang tersedia dalam pemerintahan,
padahal institusional poitik belum berjalan. Fungsi pers pun berubah
menjadi alat perjuangan kelompok partai atau aliran tertentu sehingga melupakan
tugasnya sebagai pembangun karakter nasional.
Pada masa demokrasi terpimpin yaitu saat Soekarno
menjabat sebagai presiden pertama Indonesia (1959-1965), pers ditugasi untuk
menggerakkan aksi-aksi massa yang revolusioner. Lalu pada masa orde baru, pers
menjadi alat vital untuk mengkomunikasikan pembangunan masa itu. Jika ada pers
yang mengkritik soal pembangunan, maka media yang melakukan pemberitaan akan
memperoleh tekanan. Hal tersebut sangat mengekang kebebasan pers. Bahkan pers
yang tidak sejalan dengan pemerintah akan dibredel dan dicabut Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP) seperti yang pernah dialami oleh majalah Tempo.
Kebebasan pers kembali bisa diperoleh pada masa reformasi
tahun 1998. Pada masa itu mulai bermunculan media baru selain media cetak dan
televisi, yaitu media siber atau online. Pada masa itu muncul juga UU RI No. 40
Tahun 1999 tentag pers yang membahas kebebasan pers serta mengakui dan menjamin
hak memperoleh informasi dan kemerdekaan mengungkapkan pikiran dan pendapat
sesuai dengan hati nurani sebagai hak manusia yang paling hakiki. Selain itu UU
ini juga memberikan kebebasan kepada wartawan untuk memilih organisasi wartawan
sekaligus menjamin keberadaan Dewan Pers.
Fungsi pers fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan dan kontrol sosial dewasa ini memilik tantangan dalam mempertahankan
profesionalismenya. Banyak pihak dalam kancah politik berusaha memanfatkan
media massa sebagai ajang pencitraan atau bahkan menjatuhkan saingannya. Hal
itu membuat media massa terkadang lepas dari koridor keberimbangan. Oleh sebab
itu kode etik jurnalistik memang sangat perlu dipegang teguh oleh jurnalis
untuk menjaga nilai berita dan profeionalismenya.
Sejarah Pers Dunia
Banyak orang yang mengatakan bahwa pers sudah ada sejak
lama. Cikal bakalnya muncul sejak zaman Romawi Kuno (59 SM). Sejumlah catatan
sejarah menyebutnya sebagai Acta Diurna, semacam jurnal yang beritanya masih
ditulis tangan alias tak dicetak.
Sekalipun cikal bakalnya ada di Romawi, koran edisi cetak
sendiri ternyata tak muncul di sana untuk kali pertama. Koran edisi cetak
pertama justru dikenal di Cina, bernama Di Bao (Ti Bao) yang terbit sekitar
tahun 700-an. Tentu, jangan pernah membayangkan bahwa koran itu terlihat bagus
seperti yang kita lihat setiap hari sekarang, sebab Di Bao dicetak dengan
menggunakan balok kayu yang dipahat. Hurufnya aksara Cina. Ahli sejarah sepakat
bahwa Di Bao adalah koran pertama di dunia yang sudah dicetak.
Selain hurufnya yang masih kasar, bentuk koran zaman dulu
juga juga tak seperti sekarang yang terdiri atas berlembar-lembar halaman.
Bentuk koran pada zaman dulu masih sangat sederhana, masih berupa lembaran
berita atau disebut newssheet.
Dari sisi isi, juga lebih banyak berkaitan dengan dunia
bisnis para banker serta pedagang dari Eropa. Termasuk koran berikutnya, Notize
Scritte yang terbit di Venesia, Italia. Saat itu, koran lembaran ini biasanya
banyak dipasang di tempat umum. Namun, untuk membacanya warga harus membayar 1
gazzeta.
Dari sanalah, konon, muncul istilah gazette yang dalam
perkembangannya diartikan sebagai koran. Era kebangkitan koran lantas terjadi
menyusul penemuan mesin cetak oleh Johan Gutenbergh pada pertengahan abad XV.
Penemuan mesin yang memudahkan proses produksi ini memicu terbitnya koran-koran
di Eropa, sekalipun prosesnya tak sekaligus.
Awalnya, lembar berita yang terbit tidak teratur dan
memuat cuma satu peristiwa yang saat itu sedang terjadi. Koran berkala muncul
tahun 1609 dengan terbitnya mingguan Avisa Relation oder Zeitung di Jerman.
Berikutnya terbit pula Frankfurter Journal (1615). Sampai kemudian lahir
Leipzeiger Zeitung (1660), juga di Jerman, yang mula-mula mingguan, kemudian
jadi harian. Inilah koran harian pertama di dunia.
Koran lainnya yang kemudian muncul adalah The London
Gazette yang terbit di Inggris tahun 1665. Namun koran yang pertama terbit
secara harian di Inggris adalah The London Daily Courant (1702), disusul The
Times yang terbit sejak abad XVII dan yang pertama kali memakai sistem cetak
rotasi.
Tidak ada komentar